Selasa, 28 Februari 2017

REVIEW FILM - CASABLANCA (1942)

IMDB: 8.6/10
ROTTEN TOMATOES: 97% & 95%
Genre: Drama, Romance, War

Director: Michael Curtiz
Written: Julius J. Epstein, Phillip G. Epstein, Howard Koch (Screenplay)
              Murray Burnett & Joan Alison (Play)
              Casey Robinson (Uncredited)
Cast: Humphrey Bogart - Rick Blaine
          Ingrid Bergman - Ilsa Lund
          Paul Henreid - Victor Laszlo
          Claude Rains - Captai Louis Renault
          Conrad Veidt - Major Heinrich Strasser
          Sydney Greenstreet - Signor Ferrari
          Peter Lore - Ugarte
          S.Z. Sakall - Carl
          Madeleine Lebeau - Yvonne
          Dooley Wilson - Sam
          etc

SAMARINDA - Yup, tak bisa di patahkan lagi bahwa Casablanca adalah masterpiece. Film yang di keluarkan pada tahun 1942 ini sungguh membuat sejarah pergerakan dalam perfilman hollywood kala itu. Film ini bahkan sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Mungkin kalian bertanya, mengapa film ini banyak sekali penulisnya? Usut punya usut, naskah sedahulu film ini di buat bertitel "Everybody's comes to Rick." Namun seiring perubahan akhirnya titelnya di ubah menjadi Casablanca. Dan menariknya, beberapa bagian draft naskah di buat ketika produksi film tengah berlangsung. Maklum saja banyak sekali penulis yang bergonta-ganti mengaduk cerita dalam naskah tersebut. Apa sesungguhnya yang membuat film ini menarik? Mari kita kupas secara perlahan.

Casablanca menceritakan tentang kehidupan pengungsi dari hampir seluruh belahan dunia yang bertempat di kota bernama Casablanca, Maroko. Karena infasi Jerman yang sudah menyebar, hampir kebanyakan mereka tak bisa pulang ke negara asalnya kecuali mempunyai visa yang tentu saja sangat sulit untuk di dapatkan. Di kota yang begitu jahat dan kelam ini terdapat sebuah bar yang dimiliki pengungsi asal Amerika Serikat bernama Rick Blaine. Film ini akan berfokus tentang konflik yang melanda kala itu, terbunuhnya 2 kurir Jerman yang membawa surat visa. Surat yang sangat di cari aparat itu berada di dalam kafe tersebut dan Rick mau tak mau harus menjaga surat itu. Awalnya Rick tak ingin menggunakannya, namun seseorang dari kehidupan lama Rick mendatanginya. Yaitu Ilsa Lund dan suaminya Victor Laszlo, seorang pejuang gerakan bawah tanah yang sangat dicari oleh pemerintah Jerman. Konflik yang melanda akan silih berganti dan latar tempat hampir kebanyakan di kafe Rick. Apa yang akan Rick lakukan? Apakah ia harus memberikan surat itu kepada Ilsa dan kabur dari Casablanca, atau ia memberikannya pada Victor untuk meneruskan perjuangan reformasinya.



Kisah dalam film ini sungguh di balut dengan indah. Beberapa kalian akan berfikir ini adalah film Romance. Namun di dalamnya, esensi film ini adalah mengenai tentang politik, War, maupun Drama yang begitu kental. Memang salut kepada penulisan cerita yang harus digodok sedemikian mungkin untuk mendapatkan perhatian dari publik. Latar yang di bangun di Casablanca yang begitu nyata sekaligus suasana film yang terkadang Noir ini sangat asik sekali. Sungguh typical film Hollywood pada masa jayanya. Penyutradaraan dari Michael Curtiz yang begitu rapi menjadi tak masalah untuk tiap-tiap scene sekaligus editing di dalamnya. Mungkin hanya efek saja yang masih kurang dan sangat di maklumi karena ini adalah film klasik. Soundtrack musik yang indah, penampilan dari masing-masing karakter dan figuran yang pas, semua sudah tersusun rapi.

Untuk ukuran kualitas film pada masanya, Casablanca mungkin tak mempunyai kekurangan yang begitu signifikan. Mungkin alur yang sedikit membuat jenuh menjadi salah satunya. Terkadang kita akan di suguhkan dengan beberapa scene yang terlalu klise. Beberapa pengambilan gambar yang tidak pas. Serta efek yang tak menarik. Tapi sekali lagi, itu tak jadi masalah. Namun, sesungguhnya keunggulan dari film ini menurut saya adalah dialog-dialognya. Saya jarang menemukan film yang mempunyai dialog yang begitu pintar dan asik karena pembawaan karakternya. Mungkin film-film Quentin Tarantino seperti Pulp Fiction adalah salah satunya. Tetapi Casablanca berada paling atas dalam jajaran film berdialog yang sangat menarik.


Film ini sedikit memberikan kita ending yang mungkin bisa di bilang sedikit "twist" namun juga tidak, yang jelas endingnya cukup klimaks dan disajikan dengan menarik. A+ untuk film Casablanca!

Senin, 27 Februari 2017

REVIEW FILM - NOCTURNAL ANIMALS (2016)

IMDB: 7.6/10
ROTTEN TOMATOES: 73% & 75%
Genre: Drama, Thriller


Director: Tom Ford
Written: Tom Ford (Screenplay), Austin Wright (Novel)
Cast: Amy Adams - Susan Morrow
         Jake Gylenhall - Tony Hastings/Edward Sheffield
         Michael Shannon - Bobby Andes
         Aaron Taylor-Johnson - Ray Marcus
         Isla Fisher - Laura Hastings
         Ellie Bamber - India Hastings
         Armie Hammer - Hutton Morrow

SAMARINDA -  Satu lagi film Amy Adams yang cukup menarik untuk di tonton selain Arrival di tahun ini. Nocturnal Animals sendiri mempunyai jajaran pemain yang sangat top di Hollywood, Jake Gylenhall, Michael Shannon, Isla Fisher, Armie Hammer, Amy Adams hingga Aaron Taylor-Johnson. Film ini sendiri mempunyai kritikan yang cukup positif dari beberapa kritikus ternama. Tom Ford, sang sutradara sebenarnya bukanlah sebuah sutradara murni karena ia adalah desainer fashion untuk produk ternama Gucci. Berangkat dari Fashion, ia pertama kali terjun ke dunia film dan menjadi sutradara untuk film A Single Man yang di perankan Colin Firth. Dan tentu saja, review postif yang di terimanya dari kedua filmnya membuat ia di yakini mempunyai potensi yang besar untuk menggarap beberapa film hebat di masa depan.

Nocturnal Animals menceritakan tentang Susan Morrow (Amy Adams) seorang seniman terkenal yang mengalami depresi berat akan kehidupannya. Di tengah-tengah keheningan hidupnya, si mantan suami Edward Sheffield (Jake Gylenhall) mengirimkan manuskript dari novel ciptaannya yang menceritakan kehidupan mereka di balut dengan kisah fiktif. Namun, setelah di sadari, novel itu sendiri adalah bentuk dari amarah, emosi yang terpendam dari Edward. Susan yang menyadari itu lambat laun terus memikirkan kembali kehidupan mereka berdua di masa lalu. Cerita ini sungguh simpel, ini adalah sebuah film tentang balas dendam yang di analogikan di dalam novel fiksi ciptaan Edward yang mempunyai kisah yang sangat kompleks. Di dalam cerita tersebut, seorang pria harus mencari pembunuh dan pemerkosa anak serta istrinya. Ini adalah sebuah cerita tentang balas dendam yang terselubung.



Dari jajaran casting dapat kita ketahui ini adalah sebuah film yang epic. Ya memang benar, film ini asik untuk kalian nikmati namun tetap harus fokus kepadanya. Balutan tone warna yang gelap membuat mood kita menjadi emosi ketika menonton ini, apalagi arahan sutradara dari Tom Ford mengenai konflik-konfliknya yang tajam semakin asik untuk di nikmati. Alur cerita yang di buat maju mundur dan disisipkan selingan cerita dalam novel juga membuat penonton terarah dan tidak kebingungan dengan film ini. Backsound yang mencekam dan terkadang tenang serta sudut-sudut pengambilan gambar yang pas juga ada dalam film ini. Kekuatan sebenarnya dalam film ini adalah cerita dan akting dari pemain-pemainnya. Aaron Taylor-Johnson dan Michael Shannon menjadi juaranya dan berhasil mengambil perhatian tiap scenenya.

Kekurangan dari film ini pun juga ada. Ending yang cukup anti-klimaks membuat penonton geram walaupun kita memahami maksud dari film tersebut. Penyampaian pesan dan makna cerita yang sedikit kabur juga kurang karena terlalu banyak momen-momen thriller disitu. Mungkin dalam film ini, Amy Adams dan Jake Gylenhall kurang menggunakan kemampuan mereka. Mereka bahkan kalah bersinar dari pemeran pendukung. Tetapi itu cukup saja di maklumi karena pelatar belakangan cerita yang sedikit kurang informatif. Cukup banyak karakter yang di sia-siakan begitu saja membuat mereka jadi tak menarik perhatian di film ini. Walaupun seperti itu, dari sudut sinematography mungkin film ini kalah menarik dari Manchester by The Sea ataupun film lainnya. Tapi bisa di bilang, ini salah satu film thriller terbaik di tahun 2016.



Secara keseluruhan, film ini memang kurang menjual. Namun tetap menarik jika kalian menonton ini dengan ketulusan dan keseriusan. Rating B untuk Nocturnal Animals.

REVIEW FILM - HACKSAW RIDGE (2016)

IMDB: 8.3/10
ROTTEN TOMATOES: 86% & 92%
Genre: Drama, History, War


Director: Mel Gibson
Written: Robert Schenkkan & Andrew Knight (Screenplay)
Cast: Andrew Garfield - Desmond Doss
         Teresa Palmer - Dorothy Schutte
         Hugo Weaving - Tom Doss
         Nathaniel Buzolic - Hall Doss
         Rachel Griffiths - Rachel Doss
         Luke Bracey - Smitty Ryker
         Vince Vaughn - Sgt Howell
         Sam Worthington - Captain Glover
         etc

SAMARINDA - Semua orang pasti sudah kenal dengan Mel Gibson. Aktor dan sutradara hebat yang sangat kontroversial ini mulai kembali mendapat perhatian positif karena film Hacksaw Ridge. Film ini masuk dalam 6 kategori nominasi oscar dan memenangkan 2 dalam kategori Best Achievment Film Editing & Best Achievment Sound Editing. Walaupun Mel Gibson gagal meraih penghargaan Best Director namun sepertinya tidak menjadi masalah mengingat kualitas dari film ini yang akan terus dikenang oleh penonton. Andrew Garfield yang di dapuk sebagai pemeran utama juga berhasil menunjukan performa terbaiknya. Mantan pemain Spider-Men ini mulai melihatkan kualitasnya dalam seni peran. Di umur yang masih di bilang cukup muda, ia berhasil menjadi memberikan kontribusi yang besar di dalam alur dan cerita film ini.

Film ini berceritakan tentang legenda perang dunia kedua bernama Desmon T. Doss (Andrew Garfield) yang menolak untuk membawa senjata. Dirinya termotivasi untuk menjadi paramedic dan berusaha menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin ketimbang membunuh. Walaupun hal ini awalnya sangat di tentang dan menjadi permasalahan selama di akademi, semua di jalaninya dengan penuh keyakinan dan membawakannya kepada penghargaan tertinggi di militer. Awal mula cerita, kita di suguhkan dengan kehidupan Desmond ketika masih kecil yang mempunyai Ayah seorang veteran perang. Hidup dengan Ayah yang tegas membuat ia menjadi pribadi yang kokoh dan tegar akan keyakinannya. Kehidupan dewasanya pun semakin menarik ketika ia jatuh cinta dengan seorang suster bernama Dorothy Schutte (Teresa Palmer). Kemudian ia yang semakin termotivasi untuk menjadi seorang tentara dan kisah heroiknya pun di mulai.



Film ini mempunyai struktur tangga dramatic yang menarik. Penonton di sajikan dengan 3 latar yang mengantarkan perjalanan Desmond. Pertama kehidupannya di kampung bersama keluarga dan kekasihnya, kedua kehidupan ia selama di camp training yang amat sulit dan penuh konflik dan yang terakhir ketika di medan perang yang akan mengubah takdirnya selamanya. Sutradara berhasil membangun cerita dan mendeskripsikan sebaik mungkin perjalanan sejarah Desmond. Mulai dari bumbu drama dan romantis yang di selipkan di dalamnya, dan konflik-konflik yang ada di markas latihan seperti film Full Metal Jacket. Selama scene di medan perang pun yang paling menarik perhatian saya. Kalian akan di suguhkan adegan yang cukup berdarah layaknya Saving Private Ryan yang sekaligus tetap menjaga drama continuity-nya.

Aktor utama sekaligus figuran disini sangat terpadu dengan rapi. Tidak ada yang jelek dan tidak ada yang terlalu mencolok perhatian. Hugo Weaving, Teresa Palmer, Sam Worthington memainkan karakter mereka dengan pas dan tepat. Tetapi sepertinya Luke Bracey dan Vince Vaughn disini yang bisa di bilang "sedikit" mengambil perhatian penonton. Luke Bracey adalah aktor baru yang sebelumnya terkenal dalam film Point Break reboot dan Vince Vaughn yang keluar dari zona nyamannya sebagai aktor komedian. Namun tetap Andrew Garfield disini yang berperan aktif. Walaupun ia kalah dari Casey Affleck (Manchester By The Sea) di ajang oscar namun penampilannya cukup mengagumkan melihat rentetan karirnya yang dahulu berperan sebagai karakter-karakter yang kurang oscar worthy.



Bagaimanapun juga, selalu ada kekurangan. Tidak ada yang 100% sempurna di dunia ini. Film ini kurang mengupas kefaktualan informasi yang ada di dalamnya. Sutradara Mel Gibson mengakui ada beberapa adegan yang harus tidak di masukan, mengingat ketakutan akan penonton yang merasa terbohongi. Serta chemistry Andrew dan Teresa yang kurang di bangun membuat kesan romantis di dalamnya menjadi hambar. Overall, film ini tetap menarik dan memang pantas masuk nominasi Best Motion Picture. A- rating untuk film ini!

Sabtu, 25 Februari 2017

REVIEW FILM - THE EDGE OF SEVENTEEN (2016)

IMDB: 7.5/10
ROTTEN TOMATOES: 95% & 85%
Genre: Comedy, Drama

Director: Kelly Fremon Craig
Written: Kelly Fremon Craig
Cast: Hailee Steinfield - Nadine
         Haley Lu Richardson - Krista
         Blake Jenner - Darian
         Kyra Sedgwick - Mona
         Woody Harrelson - Mr. Bruner
         Hayden Szeto - Erwin
         Alexander Calvert - Nick Mossman
         etc

SAMARINDA - Masa remaja adalah masa-masa yang menyenangkan bagi beberapa orang. Dimana masa itu adalah masa mencari jati diri, menanam impian di masa depan atau bahkan menemukan cinta sejati. Memang, masa remaja menyenangkan. Tapi tidak bagi Nadine. Karakter dari film ini. Film The Edge of Seventeen menceritakan tentang kehidupan remaja seorang wanita bernama Nadine yang harus bergelut dengan kejadian-kejadian di sekitarnya yang sangat-sangat rumit. Mulai dari kematian ayahnya, perkelahian dengan sahabatnya hingga kejadian konyol yang ia lakukan karena terbawa emosi. Film ini bergenre komedi sekaligus drama, dan di sutradari sekaligus ditulis oleh Kelly Fremon Craig. Sebelumnya ia adalah penulis naskah untuk film Post Grad, dan ini adalah film pertamanya yang ia sutradarai. Sungguh awalan yang baik untuk pertama kali, karena ia berhasil memainkan alur yang baik serta penggambaran cerita yang tersusun rapi. Di dukung dengan pemain papan atas seperti Woody Harrelson, Kyra Sedgwick dan Hailee Steinfeld maka tak salah jika film ini banyak di nikmati oleh para penonton dan kritikus diluar sana.

Film ini bermula dengan adegan Nadine (Hailee Steinfield) yang sedang curhat dengan gurunya Mr. Bruner (Woody Harrelson). Kemudian dengan kilasan balik adegan-adegan yang menceritakan tentang kehidupan Nadine mulai dari dia kecil sampai saat dia dewasa sekarang. Mulai dari kecil Nadine sudah berfikir bahwa dia adalah anak yang berbeda. Saudaranya, Darian bisa di bilang lebih di sayang oleh ibunya. Namun, ayahnya lebih menyukai Nadine. Namun, ayahnya sendiri harus meninggal karena penyakit yang di alaminya. Sahabat satu-satunya Nadine adalah Krista (Haley Lu Richardson) dan itupun mereka harus bertengkar karena Krista dan Darian (Blake Jenner) berkencan. Begitu banyak konflik-konflik yang dimunculkan dan perlahan tapi pasti,mengubah persepsi Nadine tentang arti "Sweet Seventeen" selama ini.



Dari awal sampai selesai cerita, saya disuguhkan dengan tontonan yang sangat menghibur. Bukan hanya dari segi cerita saja, namun dari karakter masing-masing yang begitu menarik. Film ini mempunyai kelebihan yaitu penggambaran konflik yang menarik dan sesuai untuk film remaja. Hailee Steinfield benar-benar sangat bagus memerankan karakter Nadine. Ia berperan sebagai remaja yang labil, di kuasai egoisnya dan merasa paling benar di dunia ini. Belum lagi karakter-karakter pendukung yang sama baiknya memerankan diri mereka. Dan juga, aku suka sekali dengan film yang mempunyai dialog yang pintar. Kelly Fremon Craig sungguh pintar dalam menulis cerita ini, dialog-dialog sarkas antar pemain, bahkan momen-momen canggung yang disusun dalam tiap adegan membuat saya tersenyum aneh namun suka karena menonton ini.

Mungkin dari beberapa hal diatas yang tidak terlalu saya sukai adalah soundtrack dan editing dari film ini. Beberapa cut-to-cut yang tak rapi serta pengisian backsound yang kurang menurut saya membuat terkadang sedikit jenuh. Namun semua itu bisa di selamatkan dengan total secara keseluruhan. Woody Harrelson mempunyai peran yang sangat sedikit, namun tetap berhasil memerankan karakternya. Untuk karakter Darian dan Krista mungkin sedikit kurang dalam menumbuhkan bumbu chemistry mereka terhadap karakter Nadine. Film ini sendiri berhasil mengantarkan Hailee Steinfield mendapatkan nominasi pada Golden Globe sebagai aktris favorit, Walaupun ia gagal memenangkannya tetapi setidaknya itu adalah prestasi karena di usia mudanya Hailee Steinfield juga pernah masuk nominasi Oscar atas perannya dalam film True Grit.



Overall, film ini sangat menarik untuk di nikmati oleh semua kalangan usia. Dimanapun kalian menontonnya, bersama siapapun kalian menyaksikannya maka itu tak jadi masalah. Film ini bercerita tentang kehidupan Nadine yang harus mengalami masa berat dan persepsinya tentang dunia remajanya. Film ini juga ada unsur romantisnya walaupun sedikit dan yang jelas humor-humor segar ala remaja juga ada disana. Ini adalah film berkualitas. Rating B+ sangat cocok! Enjoy it!

Rabu, 22 Februari 2017

REVIEW FILM - MANCHESTER BY THE SEA (2016)

IMDB: 8.1/10
ROTTEN TOMATOES: 96% & 81%
Genre: Drama

Director: Kenneth Lonergan
Written: Kenneth Lonergan
Cast: Casey Affleck - Lee Chandler
         Michelle Williams - Randi
         Kyle Chandler - Joe Chandler
         Lucas Hedges - Patrick
         C.J. Wilson - George
         etc

SAMARINDA - Sebelum nama film ini masuk dalam nominasi ajang Oscar 2017, saya sudah sangat mengantisipasi film ini. Bukan karena nama sutradara dan jajaran castingnya yang menarik, tetapi nama Casey Affleck seorang yang bikin saya penasaran. Apa lagi setelah mengetahui bahwa ia mendapat nominasi sebagai pemain utama terbaik sekaligus film ini masuk sebagai nominasi best motion picture. Film ini berlatar di kota bernama Manchester By The Sea, sesuai dengan judul filmnya yang sangat menarik. Awal mula Matt Damon di gadang-gadang untuk menjadi sutradara sekaligus pemeran utama. Dengan menggunakan naskahnya dan John Krasinski, akhirnya Matt melepaskan film ini kepada Kenneth Lonergan (Di karenakan jadwal yang padat.). Sepupu Matt sendiri akhirnya di dapuk menjadi pemeran utama dan Matt Damon sebagai produser.

Film ini bercerita tentang seorang pria bernama Lee Chandler (Casey Affleck) yang harus merawat keponakannya setelah sang ayah meninggal (Kyle Chandler). Hubungan antara keponakan dan paman sangat abstrak di jelaskan disini. Karena film ini sendiripun keseluruhan bukan mengenai tentang hubungan mereka. Melainkan tentang reaksi Lee yang harus kembali ke kampung halamannya tersebut. Di hantui oleh trauma masa lalu, Lee sendiri harus bergelut dengan dirinya sendiri menghadapi kenyataan ini. Apa lagi ketika ia bertemu dengan mantan istrinya, Randi (Michelle Williams).



Untuk sebuah plot yang sederhana dan menggunakan premis yang umum, cerita ini seharusnya tak menarik. Namun ini adalah sebuah masterpiece. Di jaman sekarang yang banyak di penuhi film action dan superhero, Manchester By The Sea membawa kita kembali pada jaman-jaman di mana sebuah film di nilai dari sebuah cerita sekaligus akting yang ciamik. Tak salah jika film ini mendapatkan nominasi yang setimpal. Banyak sekali kelebihan dalam film ini, mulai dari sinematografi yang indah, pengambilan gambar tentang sudut-sudut kota yang tenang. Latar belakang di musim salju yang di gambarkan dengan pas. Serta tak kalah ketinggalan soundtrack musik yang di pakai kebanyakan adalah instrumen. Sungguh tepat sekali. Namun, yang paling menarik adalah akting dari masing-masing karakter. Menurutku film ini berhasil dalam jajaran castingnya, mulai dari yang utama hingga figuran. Casey Affleck, Lucas Hedges, dan Michelle Williams masing-masing membawakan karakternya dengan baik. Walaupun Michelle Williams hanya mendapatkan menit yang sedikit, namun ada suatu adegan yang sangat intens sekali ia perankan. Lucas Hedges sendiri berhasil memerankan sebagai Patrick (Keponakan Lee). Pria remaja yang sedang labil dalam masalah cinta dan emosinya.



Namun, yang paling sangat jempolan adalah performa Casey Affleck. Ia dan saudaranya Ben Affleck kini adalah para aktor yang sangat ternama di Hollywood. Walaupun terkadang karirnya sendiri naik-turun dan jarang mendapatkan peran besar, di film ini ia berhasil membuktikan dirinya bahwa bukan hanya Ben Affleck yang ada di perfilman Hollywood, tetapi juga dirinya. Sedikit kekurangan dalam film ini adalah properti yang cukup simpel dan sempitnya gambaran luas tentang latar yang di gambarkan. Terkadang, ada kalanya kita jenuh dengan menonton ini. Tempo yang cukup lambat dan adegan kilas balik yang di edit secara kasar (mungkin sengaja) pasti akan membuat penonton kebingungan. Namun, overall itu tak masalah bagi saya.

Jika banyak sekali orang yang hype dengan La La Land maka saya sendiri lebih menyukai Manchester By The Sea. Sebuah penggambaran simpel tentang perubahan emosi manusia di kala sebelum dan pasca trauma dan konflik dalam memerangi ego dirinya sendiri. Overall, A- untuk rating film ini!

Selasa, 21 Februari 2017

REVIEW FILM - PASSENGERS (2016)

IMDB: 7.0/10
ROTTEN TOMATOES: 31% & 66%
Genre: Adventure, Drama, Romance

Director: Morten Tyldum
Written: Jon Spaihts
Cast: Jennifer Lawrence - Aurora Lane
        Chris Pratt - Jim Preston
        Michael Sheen - Arthur
        Laurence Fishburne - Gus Manuco
        Andy Garcia - Captain Norris
        etc

SAMARINDA - Bagaimana rasanya jika kau terbangun sendiri, di dalam sebuah kapal luar angkasa, dimana para manusia lain masih tertidur dalam sleeping pod dan kau harus menyelamatkan mereka karena kapal kalian akan hancur? Sebuah plot yang cukup menarik, mengingat film sci-fi luar angkasa ini bukan mengenai tentang alien ataupun makhluk seram lainnya. Film ini mengingatkanku pada The Martians maupun Gravity. Walaupun ini tidak se-survival Gravity dan tak terlalu adventure seperti The Martians tapi film Passengers cukup menarik dan asik di tonton. Mengandalkan duet idaman yaitu Jennifer Lawrence dan Chris Pratt, film ini mampu menyelamatkan keterpurukannya dalam Box Office. Mari kita simak plot, serta kelebihan dan kekurangan dari film ini!

Film ini bersetting di masa depan, ketika manusia menemukan sebuah planet baru bernama Homestead II dan terjadi imigrasi besar-besaran menggunakan kapal luar angkasa Avalon. 5000 penumpang dan 258 kru awak kapal berada disana. Namun, karena sebuah benturan meteor, sebuah kesalahan sistem membangunkan penumpang yang bernama Jim Preston (Chris Pratt). Di kala tidur panjangnya ia malah terbangun terlebih dahulu sebelum penumpang lainnya. Semua hal sudah di lakukannya untuk memperbaik sleeping pod tersebut namun masih juga tak berhasil. Pada ujung depresinya, ia menemukan sleeping pod wanita bernama Aurora Lane (Jennifer Lawrence) seorang jurnalis muda yang sangat ambisius. Ia pun karena merasa lelah sendiri, akhirnya mau tak mau menyabotase kapsul tidur Aurora dan membangunkannya. Mereka berdua pun kini adalah satu-satunya penumpang yang terbangun disana.


Oke, kelebihan di film ini tentu saja sudah pasti bisa di tebak. J-Law dan Chris Pratt menampilkan performa terbaik mereka. Selain akting mereka yang sudah sangat teruji dengan film-film mereka sebelumnya, chemistry diantara mereka sungguhlah jempolan. Chris memerankan seorang insinyur yang depresi. Alasan ia meninggalkan bumi karena ia ingin lebih berkembang dan lebih berguna di planet baru tersebut. Ia mampu membawakan emosi karakter yang di ciptakan. Tingkah laku konyolnya pun tak juga ketinggalan, sebuah adegan humor-humor segar serta adegan romantis canggung yang ia bawakan berhasil menjadi penarik untuk film ini. Untuk Jennifer Lawrence sendiri sudah tak usah di ragukan lagi. Peraih 1 Oscar dan 3 nominasi ini sudah sangat berjaya di Hollywood belakangan ini. Tingkat akting yang di bawakannya sama seperti peran-peran sebelumnya. Namun yang menarik disini ia bukanlah fokus utama dalam film Passengers. Walaupun ia adalah karakter protagonis, namun menurut saya penampilannya masih terbayangi Chris Pratt. Tapi, untuk beberapa adegan, ia tetap berhasil membawa emosi penonton. Ada satu scene yang menurut saya sangat sederhana namun membuat saya merinding, yakni kala emosi mereka berdua akhirnya terkalahkan oleh cinta.

Untuk kekurangan dari film ini? Sangat susah untuk melihat kerendahan kualitas sebuah film. Mulai dari penulisan cerita, mungkin sedikit klise namun tak menjadi masalah karena cerita ini terfokus pada romansa mereka berdua. Untuk setting dan latar tempat sungguh bagus, tak bisa dicela. Penggarapan film ini pun terhitung standar, sutradara Morten Tyldum berhasil membawakan film dengan pintar, editing serta tone yang pas juga cukup baik. Walaupun film ini tidak se-masterpiece karyanya sebelumnya, yaitu Imitation Game. Untuk pemeran pembantu mungkin bisa di bilang kurang. Peran Michael Sheen sebagai android bernama Arthur menurut saya pas. Namun peran Laurence Fishburne dan Andy Garcia yang begitu...meh? membuat saya sedikit geram. Pasalnya mereka berdua harusnya mampu mengantarkan cerita ini menjadi lebih sedikit menarik. Ya Laurence Fishburne lebih banyak waktu disini ketimbang Andy Garcia. Tapi semoga itu tidak menjadi masalah.


Film ini adalah sebuah popcorn movie. Menyenangkan untuk kalian simak bersama teman-teman kalian sambil bersantai. Ataupun bersama pasangan anda. Karena notabene ini adalah film Drama + Romance. Tidak ada kekurangan yang terlalu besar untuk film ini dan tak ada kelebihan yang spesial untuk film ini. Rating B cocok untuk film ini sebagai pelipur lara kalian. Dan cukup rekomendasi!

Selasa, 14 Februari 2017

REVIEW FILM - RUBY SPARKS (2012)

IMDB: 7.2/10
ROTTEN TOMATOES: 78% & 75%
Genre: Drama, Romance, Fantasy

Director: Jonathan Dayton, Valerie Faris
Written: Zoe Kazan
Cast: Paul Dano - Calvin
         Zoe Kazan - Ruby Sparks
         Chris Messina - Harry
         Annette Bening - Gertrude
         Antonio Banderas - Mort
         Steve Coogan - Langdon Tharp
         Elliot Gould - Dr. Rosenthal
         etc

SAMARINDA - Karena kebetulan kemarin adalah Hari Valentine, maka saya akan mencoba memposting salah satu film romansa favorit saya. Oh, ya ini bisa di bilang bukan film yang terlalu romance seperti The Notebook ataupun Titanic, tapi ini adalah film tentang cinta. Film Ruby Sparks sendiri di sutradarai oleh duo Jonathan Dayton & Valerie Faris yang sebelumnya sukses dengan film drama komedi Little Miss Sunshine. Walaupun film ini tak se-masterpiece Little Miss Sunshine namun Ruby Sparks sendiri mempunyai bobot cerita yang tak kalah menarik dan rekomendasi untuk kalian para movie enthusiast di luar sana.

Film ini bercerita tentang seorang penulis bernama Calvin yang diperankan oleh Paul Dano yang sedang mengalami gejala writerblock atau kesulitan mencari bahan tulisan (Penyakit umum penulis). Di tengah kesuksesannya sebagai penulis muda yang berbakat, namun ia memendam kesedihan karena kehidupannya yang begitu sunyi apalagi pasca di putus dengan mantan kekasihnya. Ia akhirnya menuliskan tentang seorang wanita idaman dalam tulisannya yang ia gambarkan begitu nyata, begitu sempurna baginya dan membuat ia menjadi semangat lagi menulis. Namun semua menjadi semakin aneh ketika wanita dalam cerita tersebut menjadi kenyataan. Awal mula yang canggung dan sangat membingungkan akhirnya di tepis oleh Calvin dengan mencoba beradaptasi dengan wanita bernama Ruby Sparks itu. Namun lambat laun, Calvin menyadari bahwa bukan wanita itu yang ia cari selama ini. Ruby Sparks hanyalah sebuah karakter dalam ceritanya saja. Ia dapat mengubah sifat dan tingkah laku wanita itu sesuka hatinya dengan menuliskan cerita baru dalam novelnya.



Film ini bertema sebuah fantasi dimana seorang penulis yang patah hati berimajinasi tentang wanita idamannya yang menjadi  nyata dalam sebuah tulisan. Tema yang menarik ini sungguh sangat unik. Apalagi melihat perubahan moral yang dialami Calvin ketika Ruby Sparks muncul dalam hidupnya. Ia menjadi pria posesif, egois terhadap tokoh wanita itu. Paul Dano sekali lagi berhasil mencuri perhatian. Ia adalah salah satu aktor yang underrated di Hollywood. Namun semua sudah tau apa kemampuan aktingnya, bahkan di film There Will Be Blood ia mampu mengimbangi kharisma Daniel Day Lewis.

Sekali lagi, ini bukanlah film yang terlalu romansa. Ini adalah film mengenai tentang cinta. Dimana cinta itu dapat mengubah kepribadian seseorang, entah itu menjadi lebih baik atau lebih buruk. Penggambaran karakter serta penguatan cerita menjadi tumpuan utama dalam film ini. Akting Zoe Kazan sebagai Ruby Sparks pun mampu mencuri tiap scene yang di tampilkan. Serta jajaran pemeran pembantu lainnya juga di tambahkan dengan baik menjadi "bumbu penyedap" dalam film ini. Tidak ada kemubaziran dalam film Ruby Sparks.



Hanya saja mungkin beberapa penonton akan sedikit di buat jenuh dengan adegan-adegan yang bisa membuat anda menguap serta beberapa dialog yang terlalu corny. Kekurangan dari film ini tak terlalu banyak kok. Film ini tetap kuat dalam penggambaran ceritanya. Ini adalah film romansa cerdas, bagi kalian yang berharap untuk terpukau dengan adegan romance mungkin saranku jangan menonton film ini. Karena bukan ini tujuan utama dari film Ruby Sparks.
Overall, film ini cocok di beri rating B.

REVIEW FILM - HUNT FOR WILDER PEOPLE (2016)

IMDB: 7.9/10
ROTTEN TOMATOES: 97% & 91%
Genre: Adventure, Comedy, Drama

Director: Taika Waititi
Written: Taika Waititi (Screenplay), Barry Crump (Based On The Book)
Cast: Sam Neill - Hec
         Julian Dennison - Ricky
         Rima Te Wiata - Bella
         Rachel House - Paula
         Tioreore Ngatai-Melbourne - Kahu
         Oscar Kightley - Andy
         Stan Walker - Ron
         Cohen Holloway - Hugh
         etc

SAMARINDA - Setelah cukup lama tidak memposting akhirnya saya kembali lagi dengan review beberapa film-film yang saya tonton selama masa jeda. Banyak sekali film-film diluar sana yang masih sangat ingin saya jelajahi. Belum lagi pada tahun-tahun 2017 ini sangat banyak film baru yang bermunculan di bioskop dan belum saya lihat. Mulai dari John Wick, Lego Batman, Split dan lain-lain. Mungkin ada masanya setelah saya menonton itu dan akan saya review. Tapi sebelumnya, saya akan sedikit berbagi dan sharing review saya mengenai film Hunt For Wilder People. Film keluaran tahun 2016 ini mungkin sangat asing karena ini adalah film dari New Zealand dan jarang di komersilkan di Hollywood sana. Namun, setelah membaca sinopsis dan sedikit membaca review dari beberapa situs maka saya beranikan untuk menonton film ini. Hasilnya pun sangat memuaskan, dan sangat jauh dari kecewa.

Film ini sendiri disutradarai oleh Taika Waititi yang sebelumnya sukses dengan film mockumentary nya yang berjudul What We Do In Shadows. Sutradara Taika Waititi adalah salah satu sutradara indie favorit saya untuk saat ini. Berawal dari sebuah karya-karya film pendek dan akhirnya perlahan merambat ke layar lebar, Taika Waititi berhasil memuaskan para kritikus-kritikus film di ajang festival besar. Hunt For Wilderpeople sendiri hampir seluru adegannya di ambil dengan latar New Zealand sendiri. Bahkan dari jajaran casting pemainnya hanyalah Sam Neill yang bisa di bilang adalah salah satu aktor yang rajin muncul pada film Hollywood dan sangat terkenal dengan perannya pada Jurassic Park Trilogi.

 
Film ini bercerita tentang seorang anak yatim piatu dari panti asuhan bernama Ricky (Julian Dennison) yang di asuh oleh pasangan tua yang hidup di daerah pinggiran kota, Bella dan Hector yang di perankan Rima Te Wiata dan Sam Neill. Ricky sendiri adalah seorang anak yang badung, pada awal mula ia tinggal disana, ia bahkan sempat kabur dari situ. Akhirnya kedekatannya dengan Bella membuat Ricky perlahan berubah dari anak kecil yang badung menjadi anak yang baik. Namun setelah kematian Bella, ia harus belajar beradaptasi dengan Hector. Pria tua yang sangat emosian, cuek dan dingin. Mendengar kabar kematian Bella, pihak panti asuhan berusaha membawa pulang Ricky, namun hal itu malah membuat Ricky kabur dari rumah dan pergi ke hutan melarikan diri. Hector yang awalnya ingin membawa pulang Ricky akhirnya malah harus bekerja sama dengannya dan kabur dari kejaran polisi yang menganggap bahwa Hector adalah penculik. Petualangan mereka pun akhirnya dimulai.

Bagi saya, film ini adalah salah satu film Adventure Comedy yang terbaik untuk masa kini. Dari latar cerita serta sinematografinya membuat saya terkagum. Belum lagi adegan-adegan konyol dan dialog-dialog sarkas ala Taika Waititi membuat saya tidak mengantuk sama sekali. Chemistry antara Ricky dan Hector adalah fokus utama dalam cerita ini. Dimana mereka yang pada awalnya saling membenci akhirnya menjadi sahabat perjalanan. Tidak hanya itu, sutradara berhasil memasukan unsur drama dalam cerita ini dengan beberapa adegan yang membuat emosi para penonton menjadi tersentuh. Diiringi dengan soundtrack yang tepat menjadi salah satu nilai lebih untuk film ini.



Kelebihan dari film ini adalah dasar cerita yang simpel namun membangun unsur-unsur premis yang dimasukan. Alur yang di buat santai serta editing-editing cantik cut-to-cut yang pas membuat film ini rapi. Kekurangan dari film ini mungkin beberapa karakter tambahan yang tidak terlalu "membantu" dan hanya sebagai bumbu dari cerita. Namun, tidak ada yang salah karena fokus cerita hanya kepada Ricky dan Hector. Film ini layak untuk kalian simak, tontonlah ini bareng teman-teman kalian dan di jamin kalian ingin sekali rasanya berpergian menjelajahi beberapa tempat yang belum kalian singgahi sebelumnya. Rating A- cocok sekali untuk film ini!

Sabtu, 04 Februari 2017

REVIEW FILM - PUNCH-DRUNK LOVE (2002)

IMDB: 7.3/10
ROTTEN TOMATOES: 79% & 77%
Genre: Drama, Comedy, Romance

Director: Paul Thomas Anderson
Written: Paul Thomas Anderson
Cast: Adam Sandler - Barry Egan
        Emily Watson - Lena Leonard
        Luis Guzman - Lance
        Julie Hermelin - Kathleen
        Mary Lynn Rajskub - Elizabeth
        Phillip Seymour Hoffman - Dean Trumbell
        etc

SAMARINDA - Sutradara kawakan Paul Thomas Anderson sebelumnya terkenal dengan film Magnolia dan Boogie Nights. Dengan gaya penyutradaraan yang khas serta genre drama yang kental membuat film ini kurang lebih dengan film-film lain dari dia. Namun kali ini yang berbeda adalah tema Romansa yang di angkat dengan bumbu drama serta pengkarakteran yang mempunyai permasalahan dalam dirinya. Yang membuat unik lagi adalah aktor utama dari film ini adalah Adam Sandler. Adam Sandler terkenal dengan film-film komedinya seperti Growns Up, Dont Mess With The Zohan dan lain-lain. Mungkin banyak sekali yang tak terlalu tertarik dengan film ini karena Adam Sandler sendiri bukanlah aktor yang tepat untuk memainkan peran dalam Punch-Drunk Love. Tapi, hal itu akan di patahkan ketika kalian melihat salah satu performa terbaiknya di film ini.

Film ini menceritakan Barry Egan (Adam Sandler) seseorang yang sangat introvert dan mengalami gangguan emosional. Di tengah pekerjaannya yang monoton, keluarganya yang sangat bising menurutnya dan di kehidupannya yang sangat sepi ia mengalami perubahan drastis karena kehidupannya berubah akibat jatuh cinta dengan seorang wanita. Selain itu, ia juga mengalami pemerasan dari jasa phone sex yang mengancamnya setiap hari. Di tengah konflik yang terus berdatangan, perlahan ia membuka jati dirinya yang baru untuk memperebutkan cintanya sebelum kandas karena akibat ulah orang-orang yang terus mengancamnya.



Alur cerita ini mungkin sedikit bertempo lambat. Disarankan kalian agar bersabar jika menonton ini. Mungkin pada beberapa scene akan sedikit terlihat absurd dan membuat kita bertanya-tanya. Tapi tenang, itu adalah ciri khas sutradara dalam menyuguhkan penggambaran yang emosional. Naskah ini sendiripun di tulis langsung oleh Paul Thomas Anderson dengan seramping mungkin. Ia tidak lupa juga menambahkan sedikit bumbu komedi, namun ini bukanlah komedi tipikal Adam Sandler dan itu tak jadi masalah. Adam Sandler dalam film ini berhasil membawakan itu dengan baik. Dengan tone yang sedikit kebiru-biruan gelap yang menandakan suasana perasaan murung maka kita akan merasakan sedikit ke-depresian yang di alami karakter utama.

Pemain-pemain pembantu lainnya cukup dalam memerankan perannya dalam film ini. Tidak ada yang spesial. Bahkan penampilan Phillip Seymour Hoffman yang mempunyai sedikit adegan juga tetap menarik. Film ini sangat kuat karena penulisan cerita yang pas dan penokohan karakter yang baik. Akting Adam Sandler bahkan mendapatkan nominasi Golden Globe karena film ini. Sungguh hal yang sangat jarang bagi aktor lawak mendapat nominasi karena peran yang serius.



Kelemahan dalam film ini adalah tempo yang sedikit lambat dan ending yang bisa di tebak. Tentu saja, karena ini sebagian besar adalah mengenai percintaan. Dengan happy ending yang mudah di tebak namun bukan berarti film ini tak menarik. Kalian harus menontonnya, namun jangan bosan karena tempo film akan terasa sedikit lambat. Makna dalam film ini juga di gambarkan dengan sangat baik. Rating yang cocok untuk Punch-Drunk Love adalah B. Dan cukup lumayan untuk kalian simak jika membutuhkan tontonan yang baru.

REVIEW FILM - SWISS ARMY MAN (2016)

IMDB: 7.1/10
ROTTEN TOMATOES: 69% & 74&
Genre: Adventure, Comedy, Drama

Director: Dan Kwan & Daniel Scheinert
Written: Dan Kwan & Daniel Scheinert
Cast: Paul Dano - Hank
         Daniel Radcliffe - Manny
         Mary Elizabeth Winstead - Sarah
         etc

SAMARINDA - Kocak, menegangkan dan penuh gairah. Itu adalah hal yang pertama kali melintas di fikiran saya ketika menonton film ini. Film yang di sutradarai duo sutradara Dan Kwan & Daniel Scheneirt ini sangat sederhana dan mengundang decak kagum bagi para kritkus. Sebagai pemenang dalam Festival Film Sundance maka sangat saya sarankan menonton ini. Dari deretan pemain yang terkemuka, mampu membawa akting yang sangat memukau. Garapan yang cantik dari sutradara serta editing sound yang pas membuat film ini menjadi salah satu film favorit saya. Paul Dano dan Daniel Radcliffe berhasil membangun chemistry yang membuat penonton bahagia untuk menyaksikan mereka.

Film ini bercerita tentang pria bernama Hank yang di perankan Paul Dano terdampar di pulau terpencil dan mencoba untuk mengakhiri hidupnya. Namun semua itu berubah ketika ia bertemu mayat seorang pria yang di perankan Daniel Radcliffe. Hank menjuluki mayat itu Manny dan mereka pun menjadi sahabat perjalanan yang seru. Plot dari cerita yang sangat unik ini menjadi bumbu tersendiri untuk Swiss Army Man, dimana kalian pernah melihat film Tom Hanks (Cast Away) dimana ia berteman dengan sebuah bola ketika terdampar maka film ini kurang lebih seperti itu.



Chemistry diantara Paul Dano dan Daniel Radcliffe sungguh berhasil. Cerita hanya berfokus kepada mereka berdua dan sedikit adegan flashback atau imajinasi, maka tak salah jika mereka mencuri setiap scene. Paul Dano yang memerankan sebagai Hank, pria yang kabur dari rumah dan terdampar itu mempunyai motivasi tersendiri untuk bertahan hidup, yaitu karena Manny. Daniel Radcliffe pun sempurna untuk memerankan dirinya sebagai mayat. Begitu banyak kecocokan dan adegan konyol yang di luar imajinasi terjadi. Tapi bagaimanapun juga, itu bukan inti ceritanya bukan?

Jika kalian berfikir ini adalah film medioker dengan plot murahan yang di junjung oleh aktor papan maka kalian salah. Mungkin kita jarang melihat film jaman sekarang yang menjunjung tinggi makna di dalamnya di sertai dengan sinematografi yang indah. Dan Kwan dan Daniel Scheneirt berhasil memasukan elemen itu dalam film ini. Ini adalah salah satu film indie yang sangat menarik. Dengan plot yang unik dan chemistry yang kuat antar tokohnya membuat film ini sangat berkualitas. Soundtrack-soundtrack yang ada di film inipun sangat pas dan membuat tema petualangan dalam film ini menjadi nyata. Persahabatan antar manusia dan mayat, serta perjuangan mereka bertahan hidup di hutan adalah hal-hal unik yang dapat kita nikmati.



Entah mengapa film ini juga menjadi perbincangan karena banyak juga penonton yang tak menikmati hal yang tak masuk akal. Tapi tolonglah, ini adalah film fiksi. Jika kalian melihat inti dari cerita ini maka kalian akan sedikit terkejut. Plot twist hole yang disisipkan dalam film ini juga membuat ending semakin menarik. Intrik dari naskah yang unik serta penguatan karakter di dalamnya adalah acungan jempol.

Ini adalah film berkualitas. Paul Dano dan Daniel Radcliffe menunjukan bahwa mereka berpotensi menjadi aktor yang oscar worthy. Rating B+ untuk Swiss Army Man!

Jumat, 03 Februari 2017

REVIEW FILM - FANTASTIC BEAST AND WHERE TO FIND THEM (2016)

IMDB: 7.7/10
ROTTEN TOMATOES: 73% & 81%
Genre: Adventure, Fantasy

Director: David Yates
Written: J.K. Rowling
Cast: Eddie Redmayne - Newt Scamander 
         Colin Farell - Graves
         Katherine Waterson - Tina
         Alison Sudol - Queenie
         Dan Fogler - Kowalski
         Ezra Miller - Credence
         Carmen Ejogo - Seraphina Picquery
         Jon Voight - Shaw Senior
         Johnny Depp - Grindelwald
         etc

SAMARINDA -  Siapa diantara kalian yang tidak tau Harry Potter? Siapa yang belum pernah menontonnya? ataupun membaca novelnya. Sesungguhnya itu adalah masterpiece dari J.K. Rowling, dan kali ini ia pun kembali menghibur penonton dengan lanjutan dunia sihir ciptaannya yang dapat kita saksikan di layar lebar. Bukan Harry Potter, melain Fantastic Beast and Where To Find Them. Bagi kalian yang meragukan cerita ini sebaiknya jangan pesimis dulu. Naskah cerita film kali ini ditulis langsung oleh sang pencipta Harry Potter, maka tak usah sedih karena kalian akan tetap merasakan suasana magic dari film-film sebelumnya. Film ini merupakan spin-off yang berlatarkan 70 tahun sebelum Harry Potter di lahirkan. Kali ini karakter utamanya adalah Newt Scamander, seorang Magizoologist (seorang yang mempelajari tentang makhluk-makhluk ajaib) dan penulis buku Fantastic Beast and Where To Find Them. Buku dari Newt ini sempat muncul di film Harry Potter and The Prisoner of Azkaban.

Bercerita tentang Newt yang berkelana jauh ke kota New York di Amerika Serikat, Newt mempunyai misi rahasia yang harus ia selesaikan. Namun karena insiden kecil yang membuat identitasnya terbongkar oleh "no-maj" (sebutan lain untuk muggle) maka ia di hadapkan kepada pemerintahan sihir di Amerika. Karena kelalaiannya, tas yang berisi makhluk-makhluk ajaib itu pun tertukar dan membuat beberapa binatang itu lepas dan mengambur New York yang membuat kehadiran para penyihir semakin di curigai. Apalagi, pada masa itu seorang kriminal dunia bernama Grindelwald sedang gencarnya melakukan aksi serangan terhadap dunia. Newt pun jatuh pada situasi dimana ia harus mencari semua binatang-binatang itu sebelum di tangkap dan di binasakan oleh pemerintah dan menyelamatkan kota New York dari serangan makhluk yang bernama Obscurus.



Ku fikir ketika pertama kali menonton film ini akan sama saja seperti Harry Potter. Dengan tema dan tempo yang berbeda, membuatku merasa lega bahwa firasatku salah. David Yates sepertinya dipercaya lagi untuk meng-direct film ini setelah sukses dengan Harry Potter sebelumnya. Film ini mampu membuat kita melupakan dunia Harry Potter dan fokus terhadap apa yang terjadi disana. Mulai dari budaya yang berbeda, perarturan sihir yang berbeda dan masih banyak lagi. Film ini mempunyai dunianya sendiri. Menciptakan elemennya sendiri dari yang pernah kita liat di Harry Potter.

Mulai dari scene awal yang membuat kita nostalgia hingga scene akhir yang cukup bisa dibilang twist. Fantastic Beast menghadirkan petualangan baru bagi kita di dunia magical ciptaan J.K. Rowling. Pengenalan karakter yang sangat baik dari Newt Scamander, serta pemeran-pemeran lain. Eddie Redmayne yang sebelumnya menang oscar karena berperan sebagai Stephen Hawking dalam film Theory Of Everything kembali melakukan peran yang sama. Sebagai penyihir kikuk yang introvert, ia mampu menggambarkan perasaan yang ia alami. Serta peran dari Colin Farell sebagai Graves yang bisa di bilang cukup unik karena ia bisa dibilang antagonis, bisa juga tidak. Yang paling berkesan disini adalah Dan Fogler yang memerankan Kowalski. Film ini tak melupakan unsur komedi di dalamnya. Ia berhasil dengan sangat jenius memainkan rolenya di tiap scene dengan adegan humor yang segar.



Setting film ini pun sungguh hidup, berlatar di New York pada tahun 1926. Sutradara mampu mengarahkan cerita dengan baik dengan alur yang lurus serta beberapa easter eggs tambahan dari serial Harry Potter. Untuk pertama kali dalam menulis naskah film J.K. Rowling bisa dibilang cukup bagus. Ia mampu mempadatkan cerita sehingga penonton tak kebingungan. Namun beberapa kekurangan dari film ini adalah adanya beberapa karakter yang bisa di bilang "di buang potensinya" karena mempunyai peran dalam cerita yang sangat sedikit.

Secara keseluruhan film ini tidak mengecewakan dan rekomendasi untuk kalian terutama yang rindu pada Harry Potter. Rating B+ untuk film ini!

REVIEW FILM - IL MARE (2000)

IMDB: 7.7/10
ROTTEN TOMATOES: 89%
Genre: Drama, Fantasy, Romance

Directed: Hyun-seung Lee
Written: Eun-Jeong Kim, Tae-Yeon Won & Ji-Na Yeo
Cast: Jung-Jae Lee - Han Sung-Hyun
         Ji-Hyun Jun - Kim Eun Ju
         Seung-yeon Jo - Jae-hyeok
         etc

SAMARINDA - Negara Korea Selatan memang terkenal dengan industri film dramanya yang sangat digemari remaja hampir di seluruh Asia atau bahkan dunia? Namun kali ini saya tidak akan membahasa sebuah cerita tentang drama serial seperti Goblin, atau Descendants of The Sun atau yang lain-lain. Selain terkenal dengan drama serialnya namun Korea juga mempunyai beberapa film live action yang memang sangat menarik apalagi soal percintaan. Film Il Mare yang akan saya bahas kali ini pun sangat erat kaitannya dengan itu. Di produksi pada tahun 2000, mungkin film ini dulu kalah bersaing dengan Meteor Garden. Namun jika anda bersedia sejenak untuk menyimak dan menonton Il Mare maka kalian tak akan menyesal. Oh, iya film ini sempat di remake versi Hollywoodnya yang berjudul The Lake House, di bintangi Keanu Reeves dan Sandra Bullock. Tak ada salahnya kalian melihat itu, tetapi saran saya lebih baik kalian menonton film Il Mare terlebih dahulu.



Film ini bergenre Drama, Romance sekaligus Fantasy yang cukup unik menurut saya. Bertema dengan time travel bisa juga? Bisa juga tidak. Awal bermula bercerita tentang seorang wanita bernama Kim Eun Ju yang baru saja pindah dari sebuah rumah di pinggir pantai, ia menaruhkan surat untuk penghuni selanjutnya. Namun seorang pria bernama Han Sung-Hyun yang membalas surat ia mengklaim dirinya bahwa ia adalah penghuni pertama dari rumah itu. Alur cerita pada awal tiap scene mungkin akan sedikit membuat para penonton bingung, namun easter eggs kecil yang di sisipi dalam tiap pesan surat itu membuat kita menjadi paham. Han Sung-Hyun yang tinggal disana pada tahun 1997 sedangkan Kim Eun Ju pada tahun 1999. Mereka akhirnya sepakat bahwa kotak surat tersebut mampu menembus ruang waktu yang menghubungkan antara mereka berdua.

Saya tidak terlalu tau banyak mengenai sutradara ataupun para pemainnya, namun yang jelas dari penggarapan film ini sang sutradara sangat berhati-hati membuat alur yang tetap terjaga dan tak terlalu terburu-buru. Film ini akan fokus pada 2 karakter utamanya yang memainkan peran mereka dengan sangat baik. Karakter pria adalah seorang konstruktor alat berat yang mempunyai bakat arsitektur dan mempunyai masalah keluarga, sedangkan karakter wanita adalah pengisi suara untuk film anak-anak di korea yang mempunyai masalah dengan cinta masa lalunya.



Sinematografi dari film ini pun patut di acungi jempol, desain properti yang bagus, serta kita dapat merasakan rasanya tinggal di daerah pinggiran laut melalui gambar-gambar yang di ambil di film ini. Soundtrack yang pas menambah kesan dramatis dalam film ini pun tak kalah menarik. Kelebihan film ini adalah cerita yang orisinil sekaligus penguatan karakter utamanya. Kita akan merasa mengacuhkan fakta bahwa mereka berhubungan melintasi waktu dan fokus pada kehidupan mereka. Sekali lagi, alur dalam film ini di jaga baik-baik dan tak terburu-buru seperti film The Lake House (Spoiler).

Rasanya sangat jarang kita melihat film seindah ini. Film Il Mare mempunyai ending yang sangat menyentuh dan sedikit twist namun tak memaksakan diri.
Film ini sangat rekomendasi untuk kalian pecinta film romantis yang "Tak Biasa". Rating B+ sangat cocok untuk film Il Mare.